Belajar Tanpa Batas: Toko Tante Opik

14 February 2008

Toko Tante Opik

Tante Opik baru buka toko. Lumayan, bisa jadi tempat belajar baru buat Pandu. Apalagi tokonya di seberang rumah Pandu. Langsung saja Mami minta tolong Pandu untuk beli telur, tapi ada upahnya lho, snack 1 bungkus. Tanpa ditemani siapa pun Pandu menuju ke toko Tante Opik, dia bilang, "telur setengah kilo", lalu dia bayar, pilih-pilih snack, lalu terima kembalian dan pulang. Sesampai di rumah dia pesan sama Mami: "mau telu (telur) yang aku beli tadi 2, yang satu cepok (ceplok) yang satu dada (dadar)." Ya, karena Pandu sudah pintar jadi Mami buatkan telur ceplok dan telur dadar plus keputusan: sekarang Pandu dapat duit jajan Rp. 200,- per hari!

No comments:

Hubungan Seperti Apa Yang Anda Pilih?

Terlalu melindungi (overprotective)
Orang tua sangat melindungi anak dengan mencegah mengambil resiko. Akibatnya, anak tidak belajar untuk mengatasi masalah dan tidak menghargai keputusannya sendiri. Mereka takut melakukan kesalahan.
Tidak peduli
Orang tua seakan-akan 'lepas tangan' dengan tidak memperhatikan kebutuhan anak dan tidak memberikan batasan-batasan. Akibatnya anak merasa tidak berharga, tidak aman, cemburu, penyendiri, dan suka mencari perhatian.
Tuntutan tinggi
Orang tua secara kaku menuntut anak agar tampak sempurna dan tidak mempunyai kelemahan. Akibatnya: anak mudah mengalami konflik dan bereaksi secara berlebihan jika tidak memenuhi target.
Otoritarian
Orang tua menunjukkan bahwa ia yang berkuasa. Jika melakukan kesalahan anak langsung dihukum. Akibatnya: anak selalu butuh dukungan orang lain dalam melakukan apa pun. Bisa juga terjadi sebaliknya, anak selalu bertingkah laku yang berlawanan dengan lingkungan sosial.
Demokratis
Orang tua memberikan batasan pada anak tapi tetap memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaan dan pendapatnya. Akibatnya anak merasa dihargai sehingga menjadi percaya diri dan mampu bekerja sama.

JTV, Bincang Pendidikan, 31 Mei 2008 pk. 18.00-19.00 WIB

Giliran Papi diwawancara. Live di JTV. Tentang Sekolahrumah dan Pendidikan Alternatif. Waktu itu presenternya Pak Daniel M Rosyid, ketua Asah Pena Jawa Timur, dan Pak Sulistiyanto Soejoso. Papi sebagai narasumber dengan Pak Harun Alrasyid. Pertanyaan seputar apa itu sekolahrumah, bagaimana legalitas sekolahrumah, alasan bersekolahrumah, dan mengapa sekolahrumah lebih efektif dalam pembelajaran dibanding sekolah formal. Papi menjawab pertanyaan dengan sangat bagus dan pas. Diakhir acara, Papi menyampaikan bahwa "homeschooling bukanlah aliran sesat, jadi jangan sinis dulu memandang homeschooling," yang diiringi tawa presenter dan narasumber yang lain.

Siapkan Teknologi Informasi, Ingin Anak Ujian di Inggris.
Budiman Husain, 35, dan Maria Magdalena, 32, tergolong orang tua idealis. Mereka mencoba mempraktikkan sekolah rumah (home schooling) untuk Sebastian Pandu Husain, 3. Bocah itu sudah melek teknologi informasi.
Bagaimana proses belajar-mengajarnya?

NUNGKI KARTIKA SARI, Sidoarjo

"Aku ingin jadi astronot," ujar Pandu. Bocah berkulit putih itu tampak asyik dengan permainan lego. Mainan asal Jepang tersebut diutak-atik hingga jadi berbagai bentuk. Salah satunya, gajah. Lalu, sang ibu, Maria, bercerita tentang banyak hal mengenai binatang berbelalai itu. Selipan kata-kata bahasa Inggris muncul dalam dialog antara ibu dan anak yang siang tersebut lebih terlihat sebagai seorang guru dengan murid.

"Home schooling itu tidak rumit, kok. Orang tua mana pun bisa melakukannya sebagai alternatif pendidikan," kata Maria yang tinggal di Perumahan Pondok Mutiara. Meski mengaku hanya lulusan SMA, dia bisa mengajar Pandu yang seusia murid playgroup tersebut dengan inovatif.

Panduan kurikulum, materi pengajaran, metode belajar-mengajar, sampai fasilitas pembelajaran di-browsing dari internet. Maria mengambil kurikulum dari Universitas Cambridge di Inggris. "Kalau ada kesulitan, saya bisa sharing lewat internet dengan banyak orang tua yang menerapkan home schooling di Indonesia maupun di luar negeri," tutur perempuan yang memulai jadi guru untuk anaknya sejak setahun lalu itu.

Maria kini punya semacam kelompok belajar yang disebut Klub Sinau. Anggotanya adalah lima anak berusia 3-5 tahun. Mereka belajar di rumah masing-masing. Namun, setiap bulan, lima anak tersebut bersama orang tua masing-masing bertemu dalam sebuah even. "Kami sepakat b ahwa sekoah di rumah lebih berkualitas untuk anak-anak," ujarnya.

Di rumah, anak-anak bisa belajar tanpa dibebani target. Mereka bisa mencapai hasil belajar yang optimal tanpa tekanan. Dia mencontohkan keterampilan Pandu yang kini telah bisa mengoperasikan program Linux.

Bocah kelahiran 8 April 2004 tersebut juga bisa membaca kata dan menulis kata-kata sederhana. Termasuk, menggunakan bahasa Inggris. Kemampuan Pandu dalam menggambar dan mewarnai lebih menonjol lagi. "Dia (Pandu, Red) memilih sendiri pelajarannya. Sedangkan saya berusaha menyesuaikan dengan pedoman di kurikulum," lanjut Maria.

Untuk semua kebutuhan Pandu, Budiman dan Maria menyiapkan berbagai fasilitas pendukung. Seperti, aneka permainan, play station, laptop, TV kabel, dan akses internet.

Budiman dan Maria membiarkan Pandu bermain dan bertanya tentang apa saja. Bahkan, dia dibiarkan tidur pukul berapa pun. "Tapi, kalau nonton TV, saya arahkan pada Disney channel," ucap Budiman.

Sejauh ini, Pandu tidak mengalami kesulitan berarti. Dia kerap bisa memecahkan sendiri kesulitan dalam bermain maupun belajar. "Kami hanya berusaha menjadi fasilitator untuk pemecahan kesulitan itu," tambahnya.

Pasutri itu bertekad menerapkan home schooling hingga Pandu bisa memilih pendidikan sendiri. "Kami berencana mengikutkan Pandu untuk ujian sesuai dengan standar Cambridge di Inggris," tegas Maria.

Menurut dia, pilihan homeschooling untuk Pandu itu sempat diragukan, bahkan di protes oleh keluarga besar mereka. Namun, secara perlahan, mereka memberikan pengertian bahwa metode tersebut akan membawa hasil bagus. "Masa depan anak tidak hanya berupa selembar kertas, melainkan skill dan pengetahuan," ungkap Maria dengan mantap. (roz)

SIDOARJO - Karena ingin selalu dekat dengan sang buah hati, Maria Magdalena, 33, memilih pendidikan homeschooling untuk anaknya. Maria juga mengasuh website dan majalah yang diterbitkan oleh Komunitas Klub Sinau di Sidoarjo.

Sarjana Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) itu setiap hari menjawab pertanyaan dan meng-update website komunitas Klub Sinau. Dia melakukan hal tersebut di sela-sela tanggung jawabnya sebagai guru. "Kegiatan itu tidak mengganggu aktivitas saya," tutur Maria.

Dia mengerjakan itu saat anaknya sedang istirahat. Maria mengupayakan, kegiatan tersebut tidak mengganggu jadwal anaknya. "Jika sedang santai atau Pandu (anaknya, Red) sedang istirahat, saya mulai mengerjakannya," terang Maria.

Untuk menjawab pertanyaan dari website, terlebih dahulu dia mempelajari permasalahannya. "Saya harus paham dulu, supaya tidak salah menjawab," ujarnya.

Dia mengelola situs itu, mulai membuat desain hingga menyeleksi artikel yang layak untuk dipublikasikan. "Saya berusaha memberikan yang terbaik untuk komunitas," jelasnya.

Maria juga menyeleksi artikel yang akan dimuat dalam majalah komunitas tersebut. Dia pun mendesain dan menata letak tulisan dalam majalah. "Saya mempelajari semuanya secara otodidak," paparnya. (nuq/ib)

14 February 2008

Toko Tante Opik

No comments:

Belajar Tanpa Batas

Belajar Tanpa Batas, apa artinya?

Website Keluarga

Blog Archive

Waspadai gejala stress anak

Hubungan Seperti Apa Yang Anda Pilih?

Link Belajar Kami

Pemberitaan Media

Keluarga Homeschooling

silahkan teriak di sini

Click Clock

Quote of the day